Senin, 21 Maret 2011

Kereta Seribu Umat

Sebauh perjalanan panjang nan melelahkan menuju sebuah kota di jawa yang menyimpan sejuta keindahan alam. Kota bandung yang akan saya tuju saat ini demi suatu kepentingan yang begtu penting bagi kehidupan saya.

Perjalan mulai saya tempuh menuju Stasiun KA Kertosono dengan menaiki Bus Sumber Kencono. Perjalanan yang selalu ditemani jalanan aspal hitam pekat sepanjang 83 km dari Surabaya menuju Kertosono. Perjalanan yang melelahkan dimulai dari stasiun KA kertosono bersama gerbong KA Kahuripan Ekspres dengan jurusan Kediri-Bandung. Sebuah Kereta Api rakyat yang bias dibilang fasilitas sangat minim karena memang Kahuripan ekspres termasuk golongan Kereta Api jenis Ekonomi Class. Meskipun Ekonomi Class banyak cerita yang bisa di bisa diambil mulai dari penumpang sampai pedagang asongan yang selalu menawarkan jajanan cirri khas dari beberapa daerah.
Kereta Api Kahuripan Ekspress ini terdiri dari 1 Lokomotif dan 7 gerbong yang semua dirangkai menjadi satu dengan tujuan kota kembang “Bandung”. Banyak cerita yang bisa diceritakan dalam rangkaina gerbong ini. Ya namanya juga kereta rakyat, kerata seribu umat kata beberapa orang yang menaiki kereta ini. Karena ketika kereta sampai pada kota sragen banyak penumpang yang masukl ke beberapa gorbong KA Kahuripan Ekspress ini. Banyak juga penumpang yang sampai duduk dan tertidur di kolong- kolong tempat duduk kereta apai karena banyaknya penumpag yang menaiki kereta ini. Bahkan mereka merelakan diri untuk dilewati oleh pedagang asongan yang lewat kesana kemari demi menjual jajanan khas daerah tertentu.
Banyak stasiun yang di singgahi oleh kereta seribu umat ini. Seperti stasiun madiun,stasiun sragen, solo jebres, solo purwosari, jogja lempueyangan, kutoarjo,wangon, tasikmalaya, ciamis, cibatu, waroeng bandrek, sampai terakhir kiaracondong “bandung”. Meskipun ada beberapa stasiun bonafit untuk keas eksekutif tidak menjadi tempat pemberhentian seperti solo balapan dan stasiun tugu Jogjakarta. Ya memang kereta ini adalah kereta api seribu umat dan tergolong kereta Ekonomi Class jadi ya hanya Stasiun kecil, Tapi meskipun hanya stasiun kecil tapi rakyat yang menaiki rangkaina gerong ini sangatlah ramah-ramah.
Kopi…. Kopi….. jahe… jahe…. Popmie…. Popmie…. Itu yang menjadi music ketika saya menaiki kereta api ini. Music tradisional ala pedagangan asongan. Hahaha. Cukup unik tapi bisa menjadi teman selama diperjalanan. Bahkan ada juga penjual nasi dari berbagai jenis nasi yang dijual, nasi remes ikan hiu kata penjual. Agak aneh mnu init p ini merupakan kata-kata dar penjual untuk menarik peminat pembeli untuk membeli nasi ini. Tapi ketika sudah membeli dan bungkusan kta buka bukan hiu yang akan dijumpai melainkan ikan kecil bertabur sambal merah khas nganjuk dan ikan itu adalah ikan tongkol. Cukup unik gaya dari penjual ini dan harga nasinya pun cukup murah, hanya 3ribu rupiah kita sudah mendapatkannya. Harga minuman hangat ala keeta api seribu umat pun ini cukup murah, hanya 2ribu rupiah pergelar kecil. Meskipun gelanya kecil tapi cukup untuk menghangatkan diri. Memamng pedagang asongan ini adalah sahabat dari para penumpang kereta seribu umat ini..
Memang menyimpan begitu banyak cerita dari kereta seribu umat ini. Bahkan saya takjub akan ketangguhan dari kereta ini yang memiliki jarak tempuh yang begitu jauh sekitar 836 km. bahkan rangkaian rel kereta api yang selalu menemani perjalanan saya begitu panajng dan berkelok-kelok bahkan kalau bisa dibayangakan dan dilihat dari atas udara kereta apai seribu uamat ini seperti ular yang sedang bergerak ketika melewati jalan yang berkelok-kelok ini. Sungguh sangat menakjubkan kerata api seribu umat ini. Sampai saya ketika berdiri didekat pintu gerbong tersenyum dan ketawa dengan sendiri karena banyak hal yang terjadi di kereta seribu umat ini. Perjalanan siang malam hingga siang menyapa kembali mewarnai perjalan saya menuju kota kembang.
Ketika perjalanan memasuki jalur nagrek yang terkenal rawan akan terjadi kecelakan ini membuat saya begitu takut dan meragukan akan kekuatan dari kereta seribu umat ini. Karena kitika pagi menyapa alam sudah memberikan pemandangan yang begitu indah banyak sekumpulan gunung-gunung membentang tinggi di perjalanan saya. Saya berpikir apakah kereta seribu umat ini bisa melawati serangkaian gunung ini. Karena dilihar dari jumlah gerbong dan jumlah penumpang yang begitu banyak. Tapi pemikaran seperti itu hanya terpikirj\kan hanya sejenak dibenak saya karena saya percaya sepnuhnua kepada masinis. Dan bergegas saya mengambil kamera dan mengabadikan pemandangan seperti ini.
Pemandangan kereta api seribu uamt melewati tengah-tengah gunung denan rangkaianm gerbong yang panjang yang terisi oleh desakan seribu umat ini. Jalur rel kereta api yang berkelok-kelok tiada henti. Suara mesin lkomotif terdengar hingga gerbong yang saya naiki demi mendapatkan tenaga untuk menaiki tanjakan-tanjakan yang ada. Disamping kanan dan kiri terlihat hijaunya sawah penduduk sunda dan saung-saung kecil yang berada di atas kolam ikan. Memasuki jalur ini banyak suara-suara sunda yang mulai terdengar ramah diteling saya. Sok atuh kang, sabaraha, kadiek kang. Banyaka sekali yang mulai terdengar akan suara-suara itu dan tak menutup telinga saya karena suara itu menjadi alunan music pengganti dari suara-suara pedaganga asongan.
Jalur nagrek yang panjang dan berkelok-kelok ini menjadi sebuah wisata gratis bagi penumpang kereta seribu umat. Yang bagaikan mendapatkan sarapan bagiu mata-mata penumpang yang baru saja terbuka dari tidur malam. Jembatan antar jurang juga menjadi tempat menarik untuk diabadikan. Banyak jembatan panjang yang menghubungkan rel kereta api ini. Konon jembatan ini warisan dari jaman penjajahan belanda dulu. Memang kalau dilihat dari arsitekture bangunannya seperti bangunan peninggalan belanda. Ya meskipun sudah berumur ujur bahkan umur jembatan itu lebih tua dari umur saya pemerintah setempat wajib untuk merawatnya demi alat hubung transportasi kereta seribu umat ini.
Mata mengantuk dan tubuh yang lelalh ini serasa segar kembali ketika melihat pemandangan sepanjang perjalanan bersama kereta apai seribu umat ini. Meskipun tubuh ini selalu berontak untuk ingin istirahat tapi akan adanya keindahan ini tubuh serasa bangkit kembali untuk mengabadikannya. Ketika perjalan terhentikan karena ada kereta kelas eksekutif yang mau mendahului maka kereta saya pun berhenti di stasiun waroeng bandrek. Sebuah stasiun yang cukup unik karena ban yak sekali penjual bandrek yang ada disini. Berjualan di pinggir-pinggir stasiun. Kang bandrek… kang bandrek… mangga-mangga kang.. itu yang selalu diucapkan penjual bandrek disana. Saya pun turun sambil menunggu kereta kena langsir saya pun membeli bandrek dan menikmatinya dengan ditemani udara dingin. Dingin sekalu karena ketika saya bertanya ke penjual bandrek stasiun bandrek ini merupakan stasiun yang tempatnya paling tinggi dibandingkan dengan stasiun yang lainnya. Makanya di stasiun ini sangat dingin udaranya.
Ketika kereta ekskutif pun lewat kereta saya masih berhenti karena harus member lajur rel kepada sesame kereta seribu umat tetapi lain jurusan. Kereta Api Pasundang Ekspress jurusan “Surabaya-Bandung”. Kereta yang dilihat dari classnya ini memiliki bentuk yang sama baik dari luar maupun dalam. Ekonomi Class dengan kondisi yang sama penumpang saling berdesakan demi mendapatkan ternyaman untuk menikmati perjalanan. Pasundan pun lewat dan kereta saya pun menruskan perjalanan menuju kiaracondong “Bandung”. Perjalanan berlanjut dan sedikit demi sedikit penumpang dari kereta seribu umat ini pun berkurang karena banyak yang turun di beberapa stasiun kecil.
Tulisan besar disepan dengan bertuliskan “”KIARACONDONG” sudah terlihat. Hati pun tersa senang karena tubuh ini akan keluar dari rangkaian gerbong yang berdesak-desakan karena penumpang. Tapi akan kenangna bersama Kahuripan Ekspress ini tidak bisa hilang begitu saja. Hilang langsung terbawa angin dengan sendirinya. Akan tertanam selalu kejadian didalam gerbong bersama music tradional ala asongan dan ala orang sunda meskipun music itu tidak memiliki irama. KAHURIPAN EKSPRESS kereta seribu uamat yang memberikan suguhan-suguhan yang wajib dinikmati bagi para traveler sejati.



Harys Zhendykiawan
“God Will Save a Traveller”

1 komentar: